BOGOR – Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Bobby Adhityo Rizaldi, menilai Indonesia membutuhkan pembentukan matra siber di tubuh TNI untuk menjawab tantangan perang modern yang semakin kompleks.
“Serangan siber sudah terbukti mampu melumpuhkan sistem komando militer, sektor energi, hingga infrastruktur vital sebuah negara. Tanpa matra siber yang kuat, kedaulatan dan keamanan nasional kita akan terus berada dalam risiko,” ujar Bobby saat sidang promosi doktoral di Universitas Pertahanan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (8/9/2025).
Dalam disertasinya yang berjudul “Pembentukan Matra Keempat TNI untuk Memperkuat Strategi Pertahanan Negara dalam Menghadapi Serangan dan Perang Siber”, Bobby memaparkan rancangan konseptual pembentukan matra siber TNI yang mencakup tiga aspek utama:
1. Aspek kekuatan – dimulai dengan 100 personel ahli siber berpendidikan khusus, serta anggaran sekitar Rp48 triliun untuk pembangunan enam tahun.
2. Aspek organisasi – integrasi ke dalam struktur TNI dengan latihan gabungan siber tahunan sebagai agenda wajib.
3. Aspek kemampuan – fokus pada deteksi dini, respons cepat, dan ketahanan menghadapi ancaman seperti malware, ransomware, hingga DDoS.
Menurut mantan anggota Komisi I DPR RI itu, pembentukan matra siber bukan sekadar menambah organisasi militer, melainkan transformasi paradigma pertahanan negara.
“Matra siber adalah kunci untuk menjamin kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi pertahanan. Inilah tameng digital bangsa di abad ke-21,” tegasnya.
Bobby juga mengembangkan model strategi pertahanan siber yang menggabungkan CIA triad (confidentiality, integrity, availability), kerangka NIST, serta pendekatan basic acts of reconnaissance (BAR).
Model tersebut menempatkan deteksi ancaman, respons cepat, dan pemulihan sistem sebagai siklus utama pertahanan siber.
Selain itu, ia mengajukan kerangka sixware yang meliputi brainware, hardware, firmware, software, infrastructureware, dan budgetware sebagai fondasi pembangunan matra siber yang mandiri dan berkelanjutan.
“Perang modern tidak lagi hanya soal tank dan pesawat. Senjata terkuat hari ini bisa berupa kode program. Karena itu, TNI harus memiliki matra siber sebagai garda terdepan menjaga kedaulatan digital Indonesia,” pungkasnya.[]